Orang Pintar Jadi Guru


Oleh: Amirullah (Guru SMAN 18 Pekanbaru / Pengurus BKO LKKP PGRI Provinsi Riau)

Sudah seharusnya masuk fakultas keguruan jauh lebih selektif daripada masuk fakultas kedokteran. Namun, kenyataan di Indonesia justru sebaliknya. Kedokteran dipandang sebagai jurusan prestisius yang hanya bisa dimasuki oleh mereka yang sangat cerdas. Sementara profesi guru, yang sejatinya lebih strategis karena membentuk semua profesi lain, justru kerap dianggap sebagai pilihan cadangan.

Padahal, guru adalah arsitek peradaban. Dari tangan guru yang hebat, lahir generasi yang cerdas, berkarakter, dan visioner. Maka, sudah sepatutnya hanya mereka yang unggul secara intelektual, emosional, dan moral yang menjadi guru. Orang-orang pintar harus diarahkan untuk mendidik generasi penerus bangsa.

Universitas Harus Jadi Gerbang Seleksi Calon Guru Terbaik

Lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) harus menjadi barometer utama dalam mencetak guru berkualitas. Tak boleh ada lagi kompromi terhadap standar mutu. Sistem penerimaan mahasiswa baru perlu dibenahi secara menyeluruh. Tidak boleh ada “jalur belakang”, titipan, atau menjadikan jurusan keguruan sebagai pilihan terakhir.

Jika kita ingin menghasilkan guru unggul, proses seleksi dari hulu harus bersih dan ketat. Materi kuliah juga harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Mahasiswa calon guru tidak cukup hanya mempelajari teori pedagogik dasar. Mereka juga harus dibekali literasi digital, pemahaman psikologi pendidikan, wawasan global, dan keterampilan berpikir kritis. Guru masa depan harus menjadi pendidik profesional, bukan sekadar pengajar materi.

Belajar dari Negara yang Menjunjung Tinggi Profesi Guru

Finlandia adalah contoh nyata. Di sana, hanya 10% lulusan terbaik SMA yang bisa masuk fakultas pendidikan. Seleksi masuknya mencakup tes akademik, wawancara, hingga asesmen kepribadian. Bahkan setelah lulus, mereka masih harus melalui tahapan magang dan uji kompetensi sebelum benar-benar mengajar.

Hal serupa juga terjadi di Korea Selatan. Guru dipandang setara dengan dokter dan pengacara. Proses seleksinya ketat, dan hanya lulusan terbaik yang bisa mengajar di sekolah-sekolah negeri. Negara-negara ini memahami bahwa kualitas pendidikan tidak akan pernah melampaui kualitas gurunya. Karena itu, mereka sangat serius menyeleksi siapa yang layak menjadi calon guru, dan bagaimana mereka dibina di universitas.

Saatnya Revolusi Profesi Guru di Indonesia

Indonesia harus berani membuat terobosan serupa. Profesi guru tidak boleh lagi menjadi tempat “pelarian”. Fakultas keguruan harus menjadi magnet bagi generasi muda terbaik: yang cerdas, berkarakter, dan punya dedikasi tinggi.

Selain seleksi yang ketat, penghargaan dan kesejahteraan guru juga harus ditingkatkan. Insentif penting agar guru terus berkembang dan merasa dihargai. Tanpa itu, profesi ini akan terus kalah menarik dibanding profesi lainnya dalam merekrut talenta terbaik.

Penutup

Orang pintar harus jadi guru. Karena di tangan merekalah masa depan bangsa digoreskan. Universitas harus menjadi pintu gerbang seleksi yang hanya membiarkan yang terbaik melangkah menjadi pendidik. Jika kita terus membiarkan guru dicetak dengan sistem yang longgar dan kompromistis, maka kita sedang menyiapkan generasi yang kehilangan arah.

Bangsa besar adalah bangsa yang dihormati karena kualitas gurunya. Dan kualitas guru hanya akan setinggi kualitas sistem yang membentuknya: ketat, selektif, dan bermartabat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *