Oleh: Amirullah Syahruddin
Kedatuan Muaratakus, salah satu peradaban besar di Nusantara, menjadi saksi atas harmoni dua sistem kekerabatan utama: matrilineal dan patrilineal. Sebagai pusat peradaban, Kedatuan ini tidak hanya menyatukan kehidupan masyarakat tetapi juga menegakkan adat yang berlandaskan nilai-nilai luhur. Sistem adat yang dikenal sebagai Soko Pisoko jo Limbago menjadi simbol keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta antara yang diwariskan dan dijalankan.
Kedatuan Muaratakus: Awal Matrilineal Nusantara
Nilai-nilai tauhid telah ada sejak awal peradaban manusia, diwariskan dari Nabi Adam AS. Di Nusantara, ajaran ini mencapai bentuk sempurnanya ketika Islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW masuk ke Kedatuan Muaratakus pada abad ke-7 M. Kehadiran Islam membawa transformasi sosial, mengakhiri sistem kasta yang menindas, dan melahirkan suku-suku yang berakar pada garis keturunan ibu.
Tradisi matrilineal lahir dari konteks ini, di mana perempuan menjadi penjaga garis keturunan. Datu Madangkari sebagai pucuk adat adalah simbol utama dari Soko Pisoko jo Limbago. Sistem ini memiliki tiga prinsip:
1. Soko: Penopang utama yang diwariskan secara turun-temurun.
2. Pisoko: Amanah berupa kekayaan atau nilai yang dijaga antar generasi.
3. Limbago: Aturan dan norma sebagai panduan pelaksanaan kekuasaan.
Meski kekuasaan simbolis diwariskan melalui perempuan, pelaksanaannya tetap dijalankan oleh laki-laki, seperti mamak, datuk, atau kemanakan laki-laki.
Peran Patrilineal dalam Kedatuan
Selain sistem matrilineal, Kedatuan Muaratakus juga mengenal sistem patrilineal. Dalam sistem ini, ayah menjadi limbago (pelindung) keluarga, ibu sebagai soko (penopang utama), dan anak-anak adalah pisoko (warisan yang dijaga). Sistem ini menggambarkan harmoni antara laki-laki dan perempuan dalam menjaga tatanan keluarga dan adat.
Simbol masing-masing sistem ini adalah:
Datuk Perpatih sebagai lambang matrilineal.
Datuk Ketumanggungan sebagai lambang patrilineal.
Soko Pisoko jo Limbago dalam Kehidupan
Konsep Soko Pisoko jo Limbago tidak hanya berlaku bagi manusia tetapi juga mencakup seluruh komponen kehidupan. Contohnya:
Benda: Inti sebagai soko, isi sebagai pisoko, dan lapisan luar sebagai limbago.
Manusia: Ruh adalah soko, hati dan organ dalam adalah pisoko, sementara tubuh sebagai limbago.
Pusat Matrilineal Dunia
Kedatuan Muaratakus mencakup wilayah yang kini menjadi Sumatra Barat, Riau, dan Jambi. Ketiga provinsi ini dulu adalah bagian dari Provinsi Sumatra Tengah sebelum dimekarkan pada tahun 1957. Wilayah ini menjadi pusat adat dan budaya matrilineal dunia, menjadikannya satu-satunya kawasan di dunia yang tetap mempertahankan tradisi ini.
Sistem matrilineal di kawasan ini adalah warisan budaya yang tak ternilai. Ia tidak hanya mencerminkan tatanan adat yang kokoh tetapi juga harmoni gender dalam menjaga tradisi dan kehidupan bersama.
Dengan Soko Pisoko jo Limbago, Kedatuan Muaratakus bukan hanya pusat peradaban, tetapi juga pengingat pentingnya menjaga adat dan budaya sebagai pusaka generasi.
Amirullah Syahruddin adalah pemerhati budaya, mantan penggiat budaya di Kemendikbud Ristek RI, dan Ketua Yayasan Matankari Nusantara.