Terdakwa korupsi Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL)
JAKARTA (Beritadigital)- Kejaksaan Agung menyatakan bakal menempuh upaya banding dalam menyikapi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap terdakwa kasus PT Asabri (Persero), Heru Hidayat.
Heru dalam perkara ini dituntut oleh Jaksa hukuman pidana mati. Namun, Hakim menjatuhkan vonis pidana nihil lantaran Heru sudah mendapat hukuman maksimal dalam kasus sebelumnya, yakni korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
“Terhadap putusan Majelis Hakim tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah memerintahkan Penuntut Umum untuk segera melakukan upaya perlawanan banding,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Rabu (19/1).
Ia menyebutkan bahwa putusan majelis hakim tersebut tak berpihak dan mengingkari rasa keadilan di tengah masyarakat.
Menurut Leonard, Heru merugikan keuangan negara begitu besar hingga Rp39,5 triliun lewat keterlibatannya di dua kasus megakorupsi. Dalam kasus Jiwasraya terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp16,7 triliun dan kasus Asabri sebesar Rp22,78 triliun.
Seharusnya, kata dia, jumlah nilai keuangan tersebut dapat dimanfaatkan bagi kepentingan bangsa dan negara.
“Putusan sebelumnya pada PT Asuransi Jiwasraya, terdakwa divonis pidana penjara seumur hidup sementara dalam perkara PT Asabri yang menimbulkan kerugian negara yang lebih besar, terdakwa tidak divonis pidana penjara,” jelas dia.
Kemudian, pertimbangan lain bagi Jaksa mengajukan perlawanan hukum ialah karena terdakwa Heru Hidayat berpotensi mendapatkan pengurangan masa hukuman jika mengajukan Peninjuan Kembali (PK) atas perkara Jiwasraya.
Menurutnya, jika PK berjalan membantunya untuk tak menjalani hukuman seumur hidup. Maka, putusan hakim yang menjatuhkan vonis nihil dalam perkara Asabri menjadi sangat ringan.
“Putusan tersebut telah melukai hati masyarakat Indonesia,” tambahnya.
Leonard menyoroti pertimbangan hakim dalam perkara Jiwasraya yang merugikan keuangan negara hingga Rp16,7 triliun membuat Heru dihukum seumur hidup. Namun demikian, pada perkara Asabri yang jumlah kerugian negaranya lebih besar Heru malah tidak dihukum.
“Artinya Majelis Hakim tidak konsisten dalam pertimbangan hakim terhadap terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi namun tidak diikuti dengan menjatuhkan pidana penjara,” tandasnya.
Hakim menolak menghukum mati Heru karena ketiadaan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang mengatur ancaman pidana mati dalam surat dakwaan jaksa.
Hakim menjelaskan bahwa surat dakwaan merupakan landasan rujukan serta batasan dalam memeriksa dan memutuskan perkara pidana. Lantaran ada aturan tersebut, jaksa penuntut umum diminta tidak melampaui kewenangan.
“Surat dakwaan adalah pagar atau batasan yang jelas dalam memeriksa perkara persidangan bagi pihak-pihak. Untuk penuntut umum agar tidak melampaui kewenangan dalam menuntut terdakwa,” ucap Hakim hakim anggota, Ali Muhtarom, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (18/1) malam. (cnn)