PT BTP Dipanggil Inspektur Tambang Soal Dugaan Tambang Ilegal

PEKANBARU (Beritadigital) – Kementerian ESDM melalui Inspektorat Tambang Riau tampaknya bergerak cepat menyikapi dugaan aktifitas pertambangan ilegal di Kabupaten Rokan Hilir.

Inspektur Tambang Provinsi Riau diketahui telah melayangkan surat ke Direktur PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) untuk hadir di kantor Inspektur Tambang Riau pada Selasa (11/1/2022) pagi.

Tak hanya itu, Inspektur Tambang Riau juga mengundang Direktur Ditreskrimsus Polda Riau untuk hadir di Kantor Inspektur Tambang Riau tersebut.

“Sehubungan dengan adanya dugaan aktifitas pertambangan ilegal yang dilakukan oleh PT Batatsa Tunas Perkasa di Kabupaten Rokan Hilir dan agar terwujudnya penerapan kaidah pertambangan yang baik maka dengan ini kami mengundang Bapak/Ibu untuk hadir pada Selasa 11 Januari 2022 di Ruang Rapat Kantor Inspektur Tambang Riau,” tulis Inspektur Tambang Riau dalam surat panggilan tertanggal 10 Januari 2022 tersebut.

Koordinator Inspektur Tambang Provinsi Riau Diary Sazali Puri Dewa Tari ketika dikonfirmasi tidak menampik adanya surat panggilan tersebut.

Ia juga mengakui, mengalami kesulitan untuk menghubungi dan mengetahui identitas PT Bahtera Bumi Melayu, karena di Portal ESDM dan MODI belum terdaftar.

Terkait PT Batatsa Tunas Perkasa, diakui Diary, hari ini PT Batatsa akan menandatangani surat pernyataan tidak akan melaksanakan kegiatan penambangan sampai dengan status IUP perusahaan itu ditingkatkan menjadi IUP operasi (OP) dan segala aspek administrasi, teknis, financial dan lingkungan dipenuhi.

Sebagaimana diketahui, mencuat dugaan kuat PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu melakukan pertambangan ilegal untuk memasok tanah urug kebutuhan lokasi tapak sumur bor minyak PT Pertamina Hulu Rokan di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan di Provinsi Riau.

Kedua perusahaan itu diketahui merupakan pemasok untuk PT Rifansi Dwi Putra yang merupakan vendor PT Pertamina Hulu Rokan dalam penyiapan lokasi sumur bor tersebut.

Belakangan terungkap, PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu diduga kuat melakukan kegiatan operasi pengurugan tanah pada saat mereka memiliki Izin Usaha Pertambangan yang masih berstatus eksplorasi dan bukan berstatus operasi produksi.

Sebagaimana diketahui, Pasal 160 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Mineral dan Batubara menyatakan bahwa setiap orang yang mempunyai IUP pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *