Suami Cabup Bengkalis Kasmarni ini, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituntut selama 6 tahun kurungan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara pada sidang yang digelar 1 Oktober 2020 lalu, karena menurut JPU KPK, Tonny Franky Pangaribuan dan Takdir Suhan menilai Amril Mukminin terbukti menerima suap Rp5,2 miliar dari PT Citra Gading Asritama (CGA). Perusahaan ini merupakan kontraktor proyek jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis.
Jaksa juga menilai Amril Mukminin menerima gratifikasi dari Jonny Tjoa selaku Direktur Utama PT Mustika Agung Sawit Sejahtera dan Adyanto selaku Direktur PT Sawit Anugrah Sejahtera.
“Dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. Uang itu diterima di kediamannya pada Juli 2013-2019,” jelas JPU kepada majelis hakim, Kamis siang, 1 Oktober 2020.
Dihadapan ketua majelis hakim, Lilin Herlina SH MH, JPU, KPK Feby Dwi Andospendy SH juga meminta, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menolak atau mengesampingkan seluruh dalil-dalil pembelaan terdakwa. Baik yang disampaikan secara pribadi maupun melalui penasihat hukumnya.
Selain itu, mereka juga meminta hakim menyatakan terdakwa Amril Mukminin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan Kesatu-Primair.
Kemudian, sebagaimana dalam dakwan kedua, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Dalam replik ini, perlu kami tegaskan kembali mengenai tuntutan penjatuhan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu terhadap terdakwa,” jelasnya.
“Bahwa mengingat jabatan terdakwa selaku Bupati Bengkalis merupakan jabatan publik karena dipilih langsung oleh masyarakat melalui Pilkada tahun 2015,” kata Feby menegaskan.
Tonny F Pangaribuan menambahkan, masyarakat Kabupaten Bengkalis telah menaruh harapan besar kepada Amril selaku kepala daerah. Supaya dapat dapat berperan aktif melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam memajukan pembangunan di daerahnya. Lalu, memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Begitu pula jabatan terdakwa sebelumnya selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis. Yang mana, merupakan jabatan publik karena dipilih langsung oleh masyarakat melalui pemilu.
“Sebaliknya, terdakwa justru mencederai amanat yang diembannya tersebut dengan melakukan tindak pidana korupsi. Yakni menerima uang suap dari Ichsan Suaidi dan Triyanto (PT CGA) dan menerima sejumlah gratifikasi. Sehingga perbuatan ini telah mencederai amanat yang diembannya selaku kepala daerah dan tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat,” paparnya.
Pertimbangkan tindak pidana korupsi dilakukan terdakwa yang memangku suatu jabatan publik, maka kata dia, sepatutnya terdakwa selain dijatuhi hukuman pokok, juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama jangka waktu tertentu terhitung sejak selesai menjalani pidana pokoknya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, bahwa hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik tersebut selaras dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 KUHP.
Hal yang memberatkan hukuman adalah perbuatan Amril tidak mendukung kebijakan pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan, yang meringankan, Amril sudah mengembalikan kerugian negara, bersikap sopan, dan belum pernah dihukum
Namun untuk perkara gratifikasi ini belum menyentuh Kasmarni isteri dari Amril, padahal dalam dakwaan KPK dan keterangan saksi di persidangan menyatakan uang gratifikasi dari dua pengusaha sawit tersebut selain langsung diterima secara tunai dan diberikan melalui rekening Kasmarni.
Dalam sidang yang digelar pada 27 Agustus 2020, Adyanto mengatakan ia menyerahkan fee Rp5 per kilogram kepada Kasmarni secara tunai.
“Amril yang nyuruh saya kasih fee secara tunai ke Buk Kasmarni. Setorannya per bulan, jumlahya berfariasi ada Rp180 juta,” terang Adyanto.
Menurutnya fee itu mulai diberikan kepada Kasmarni sejak tahun 2014 hingga 2019 terhenti setelah dirinya diperiksa oleh KPK pada Juli 2019,
“Ditotalkan sekitar Rp10 miliar lebih. Saya langsung setor tunai. Terhadap nilai setoran yang bepariasi, Kasmarni maupun Amril, tidak pernah keberatan,” jelasnya
KPKpun urung mendalami keterangan Kasmarni terkait gratifikasi karena Kasmarni mengundurkan diri menjadi saksi dan pengunduran diri ini diterima oleh JPU KPK dan hakim karena ada UU yang membolehkan keluarga inti untuk mengundurkan diri menjadi saksi.
Namun beda dengan adik kandung Amril, Riki Rihardi ia memilih bersaksi untuk Amril pada sidang yang digelar pada Kamis (3/9/2020) dan ia mengaku telah memberikan keterangan palsu kepada penyidik saat uang Rp805 juta ditemukan di kamarnya. Menanggapi hal itu, JPU KPK curiga pengakuan Riki merupakan strategi yang sudah dipersiapkan.
“Minggu lalu Kasmarni, istri Amril, saat diminta jadi saksi mengundurkan diri dari persidangan. Memang itu diperbolehkan sebab ada hubungan keluarga. Nah, si Riki ini sebenarnya boleh mengundurkan diri. Jadi saya kira hari ini ia juga akan mengundurkan diri. Tapi ternyata malah bersedia,” jelas JPU KPK, Feby Dwi Adospendy.
Riki mengaku telah berbohong pada penyidik saat uang sejumlah Rp805 juta disita dari kamarnya. Saat itu, ia mengaku uang yang ia letakkan di dalam koper di belakang lemari rumah dinas Bupati adalah uang miliknya dan bukan milik Amril Mukminin.
Dalam BAP, Riki mengaku uang Rp805 juta tersebut adalah hasil kumpulan dari kegiatan Penunjukan Langsung (PL) selama Riki mejabat sebagai Kabag Umum Setdakab Bengkalis. Namun, ketika di persidangan tadi, Riki mengakui uang tersebut merupakan milik Amril yang rencananya akan dibagi-bagikan kepada fakir miskin dan anak yatim.
“Kalau Kasmarni jadi bersaksi minggu lalu, itu pasti memperkuat pembuktian dakwaan kami. Sebab uang-uang dari dua pengusaha sawit, lewat rekening Kasmarni. Pasti alurnya jadi jelas. Nah makanya, awalnya kami kira Riki ini akan mundur juga. Ternyata tidak. Makanya kami menilai itulah strategi dari pihak mereka,” jelas Feby.
Ia melanjutkan, “Itu kalau si Riki memberikan keterangan sesuai BAP. Maka uang Rp805 juta itu sah uang hasil pidana. Karena uang itu dari hasil kumpulan kegiatan proyek-proyek PL yang dikumpulkan Riki selaku Kabag umum setda Bengkalis. Saya sudah menerka juga dari kemarin. Kenapa adik Amril ini mau menjadi saksi. Ternyata ada perubahan keterangan. Nanti kami akan nilai lagi ini,” tambahnya
Lain lagi cerita mantan ajudan Amril Mukminim, Azrul Manurung saat ia memberikan kesaksian disidang lanjutan Tindakan Pidana Korupsi (Tipikor) dengan terdakwa Amril Mukminin di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (13/8/2020).
Dalam kesaksiannya mantan supir Kasmarni (isteri Amril Mukminin), mengaku tidak lagi menjadi ajudan Amril Mukminin sejak tahun 2018,
“Saya mengundurkan diri dari ajudan pak Amril sejak tahun 2018 lalu,” kata Azrol melalui sidang virtual.
Namun apa yang disampaikan oleh Azrol ini dibantah oleh jaksa KPK, menurut data yang didapat KPK Azrol masih menjabat hingga tahun 2019,” Menurut data kami, saudara berhenti dari pegawai honorer di Bengkalis pada tahun 2019, mana yang benar? Tanya JPU KPK Feby Dwi Andospendy.
Namun Azrol tetap bersekukuh kalau dirinya tidak lagi menjadi ajudan Amril sejak tahun 2019.