JAKARTA (Beritadigital) -Bangun Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan diperkirakan akan menghabiskan biaya Rp 466 triliun. Dana tersebut sebagian akan berasal dari APBN, yang dikhawatirkan akan berdampak pada sisi beban utang.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan pemindahan IKN memang memiliki sisi positif ke sektor konstruksi. Sebab akan ada pembangunan besar-besaran
“Kontribusi sektor konstruksi secara nasional sebesar 10,3% dari PDB, sementara spesifik di Kalimantan Timur kontribusinya mencapai 8,8% dari PDB bahkan bisa mencapai 10-11% pada saat proses konstruksi dimulai. Tapi sisi negatifnya juga banyak,” terangnya saat dihubungi detikcom, Selasa (25/1/2022).
Bhima menilai sisi negatif dari pemindahan IKN adalah beban utang negara yang diperkirakan akan semakin meningkat. Sebab pembangunan di IKN baru akan lebih dominan melibatkan pendanaan dari APBN.
“Memang klaim pemerintah rencana pendanaan bersumber dari investasi. Tapi data menunjukkan rata-rata keterlibatan swasta misalnya KPBU di proyek infrastruktur cukup rendah, kisaran 7%” tuturnya.
Selain dari APBN, pembiayaan pembangunan IKN direncanakan juga menggunakan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha), skema swasta dan BUMN/D.
Namun menurut Bhima pembangunan gedung pemerintah juga dianggap kurang menarik bagi investor karena tidak bersifat komersial. Adapun investor mungkin lebih tertarik ke sarana pelengkap seperti perumahan, apartemen, hotel atau fasilitas kesehatan.
Sementara Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menganggap proses pemindahan ibu kota terlalu dipaksakan dan penuh kepentingan. Hal itu menurutnya terlihat dari proses pembentukan UU IKN yang begitu cepat.
“Penuh kepentingan dari pejabat sekaligus pengusaha nasional. Dengan pembahasan UU yang sangat cepat kemudian juga UU pemindahan ibu kota ini ditengarai ada keinginan dari investor untuk mendapatkan jaminan politik apabila ingin investasi di IKN baru,” terangnya saat dihubungi detikcom.
Huda juga menekankan, secara pribadi dia menilai pemindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim tidak memiliki dampak positif. Sebab proses pemindahan dilakukan saat ekonomi RI masih dalam tahap pemulihan imbas pandemi COVID-19
Belum lagi proses pemindahan IKN ini juga salah satunya memanfaatkan APBN. Padahal kondisi APBN sangat terbatas dan seharusnya diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi.
“Apalagi tahun depan dan 2024, akan ada belanja pemilu yang alokasinya pasti cukup besar. Ditambah ada keharusan pemerintah untuk kembali ke defisit APBN terhadap PDB sebesar 3 persen,” ucapnya.
Melihat kondisi APBN tersebut dia menilai ruang fiskal nasional sudah sangat sempit. Bisa jadi jika dipergunakan juga untuk kepentingan pemindahan IKN defisit APBN bisa semakin lebar.
“Kedua, ada potensi oligarki yang akan menikmati dari pemindahan IKN ini mas dimana lahan di sana sudah dimiliki oleh beberapa pejabat dan pengusaha. Pembebasan lahan akan penuh dengan kepentingan dari oligarki ini,” tambahnya. (detik)