Era Milenial, Wayang Orang Harus Beradaptasi Kecanggihan Digital

JAKARTA (Outsiders)- Wayang orang, kesenian tradisional memiliki pesona dan nilai yang tetap aktual hingga era sekarang. Namun, perlu dipikirkan bagaimana cara membuat seni Wayang orang dapat ditonton lebih banyak orang. Karenanya, Wayang orang harus beradaptasi dengan budaya pop, dengan berbagai kecanggihan teknologi digital, multi media di jaman milenial.

“Aktualisasi dari segi cerita dan penggarapan diharapkan dapat membantu cara pandang khalayak dalam memahami makna yang terkandung dalam sebuah pertunjukan seni Wayang orang,” lontar Pengamat Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur, Nursilah, usai menoton pertunjukan wayang orang di Anjungan Jawa Timur, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, akhir pekan lalu.

Wayang orang, lanjut dia, bukan sekadar seni pertunjukan. Melainkan ekspresi nilai yang membentuk identitas budaya. “Wayang orang memberi banyak ajaran, tuntunan, dan tatanan nilai kultural, baik melalui representasi jalan cerita maupun citra para tokoh,” lontar dosen Seni Tari Universitas Negeri Jakarta.

Dilanjutkan, dari segi penggarapan (carangan) seni Wayang orang dapat menyesuaikan diri. Namun secara klasik karya seni ini diharapkan tidak kehilangan makna orisinalitasnya. “Ketika mulai menyiapkan pergelaran Wayang, sebaiknya ditentukan dulu apakah mau digarap secara klasik atau carangan,” jelasnya.

Memang, sambung dia, dibanding bentuk awalnya (Wayang Kulit), Wayang Orang relatif kurang populis. Dari sisi kuantitas “tanggapan” (pementasan), Wayang Kulit setidaknya lebih sering “ditanggap”. Berbagai faktor melatar belakangi hal ini, antara lain minimnya seniman yang menekuni bidang ini, juga berbagai elemen panggung yang memang tidak sederhana.

Perkumpulan Wayang orang yang cukup tua dan dikenal, di antaranya Wayang Orang Sriwedari di Surakarta, dan Ngesti Pandawa di Semarang. Di Jakarta pernah berdiri beberapa perkumpulan Wayang Orang, diantaranya Sri Sabda Utama, Ngesti Budaya, Ngesti Pandawa, Cahya Kawedar, Adi Luhung, dan grup Ngesti Widada, Panca Murti.

Salah satu grup yang bertahan hingga kini, adalah Wayang Orang Bharata, gedungnya berada di kawasan Pasar Senin, Jakarta Pusat. Meski jumlah penonton terbatas namun pertunjukkan tetap digelar, dengan harapan agar tetap lestari, tetap mempertahankan seni budaya yang kini tergerus dengan maraknya budaya asing yang masuk Indonesia.

Pertunjukan Wayang orang di TMII Jatim bertajuk Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur ini, menampilkan kesenian Wayang Orang berjudul “Kalimataya” yang dibawakan oleh duta seni dari Kota Blitar. Kelompok seniman ini juga menampilkan tari “Wara Kaeshti” serta “Guyon Maton” (Punakawan).

Selain Pentas Wayang Orang juga ada pentas Wayang Kulit, Ludruk, Reog, Kuda Kepang, Barong, serta berbagai kesenian dan ragam tari yang mewakili kearifan lokal masing-masing daerah.

Pentas Anugerah Duta Seni Budaya Jawa Timur digelar sejak awal Maret hingga Desember 2018. Diikuti tim kesenian dari 38 Kabupaten-Kota di Jawa Timur. Bertindak sebagai Juri Pengamat adalah, Suryandoro, S.Sn (Praktisi dan Pengamat Seni Tradisi), Eddie Karsito (Wartawan, Penggiat Seni & Budaya), Dra. Nursilah, M. Si.(Dosen Seni Tari Universitas Negeri Jakarta), dan Catur Yudianto (Kepala Bagian Pelestarian dan Pengembangan Bidang Budaya TMII).

Pergelaran selanjutnya, Anjungan Jawa Timur TMII, akan menampilkan paket acara khusus dari Kabupaten Mojokerto (17 November 2018), paket kesenian daerah dari Kabupaten Jombang (25 November 2018), Kabupaten Malang (2 Desember 2018), dan Kabupaten Jember (9 Desember 2018) mendatang. (EP)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *