Oleh: Amirullah, S.Pd
Guru SMAN 18 Pekanbaru | Pengurus BKO LKKP PGRI Provinsi Riau
Selama ini, kemajuan sebuah sekolah sering dinilai semata-mata dari capaian akademik siswa. Nilai rapor, rerata hasil ujian, dan persentase kelulusan menjadi tolok ukur utama. Padahal, untuk mengukur kualitas pendidikan secara utuh, kita perlu melihat lebih jauh: pada pengembangan keterampilan non-akademik dan penguatan karakter siswa. Inilah yang seharusnya menjadi indikator sejati dari kemajuan sekolah.
Di era kurikulum merdeka, paradigma pendidikan telah berubah. Pendidikan yang baik bukan lagi yang hanya mengejar nilai, melainkan yang mampu mengembangkan potensi siswa secara menyeluruh—baik secara intelektual, emosional, sosial, maupun keterampilan praktis yang berguna dalam kehidupan nyata.
Akademik yang Kontekstual dan Relevan
Dalam ranah akademik, penting bagi sekolah untuk tidak lagi mengajar secara terpisah dari realitas kehidupan siswa. Guru harus mampu mengaitkan materi pelajaran dengan konteks lokal, termasuk budaya daerah setempat. Dengan begitu, siswa tidak hanya belajar ilmu secara teoritis, tetapi juga memahami bagaimana ilmu itu hidup di sekitarnya.
Misalnya, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, siswa dapat diajak menganalisis teks deskriptif dengan objek dari lingkungan mereka sendiri—seperti situs sejarah, upacara adat, atau cerita rakyat yang berkembang di daerahnya. Ini akan menumbuhkan rasa kepemilikan budaya sekaligus memperkuat daya analisis siswa terhadap nilai-nilai lokal.
Keterampilan Non-Akademik yang Diakui dan Didorong
Selain akademik, keterampilan non-akademik siswa menjadi aspek yang tak boleh diabaikan. Justru di sinilah banyak potensi anak berkembang: dalam kegiatan organisasi, olahraga, seni, riset ilmiah, keterampilan teknologi, dan kepemimpinan sosial. Sayangnya, indikator ini masih sering dianggap pelengkap semata dalam penilaian sekolah.
Sekolah yang memberikan ruang luas bagi kegiatan ekstrakurikuler dan partisipasi siswa dalam berbagai lomba atau proyek kolaboratif justru sedang membangun modal sosial dan pribadi anak-anak didiknya. Ini adalah investasi jangka panjang bagi kehidupan siswa di luar bangku sekolah.
Peran Guru yang Kompeten dan Terlatih
Kemajuan sekolah juga ditentukan oleh kualitas gurunya. Guru yang profesional bukan hanya dituntut hadir tepat waktu, tetapi lebih dari itu: mampu menyampaikan materi dengan pendekatan kreatif, relevan, dan berorientasi pada pengembangan karakter. Karena itu, pelatihan berkelanjutan menjadi keharusan.
Kegiatan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), komunitas belajar (kombel), lokakarya, hingga pelatihan daring adalah jalan yang ditempuh untuk meningkatkan kompetensi guru sesuai perkembangan zaman. Guru juga dituntut saling berbagi praktik baik, bukan bekerja sendiri-sendiri dalam ruang tertutup. Kolaborasi menjadi kunci kemajuan bersama.
Peningkatan kualitas guru tidak bisa hanya dilihat dari absensi kehadiran semata. Kehadiran guru yang bermakna adalah ketika ia hadir dengan rencana, strategi, dan niat tulus untuk membantu murid tumbuh.
Evaluasi dan Indikator yang Menyeluruh
Untuk menilai kemajuan sekolah secara menyeluruh, indikator-indikator berikut bisa digunakan:
• Peningkatan rerata nilai akademik yang berbasis pada asesmen formatif dan sumatif yang adil.
• Jumlah keterlibatan siswa dalam kompetisi, proyek inovatif, dan kegiatan kepemimpinan.
• Hasil karya siswa yang relevan dengan kebutuhan lokal maupun global.
• Kemitraan aktif antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.
• Budaya sekolah yang kolaboratif, terbuka, dan berorientasi pada pengembangan diri.
Penutup
Sekolah yang maju adalah sekolah yang membangun manusia seutuhnya. Bukan hanya cerdas secara akademik, tapi juga tangguh dalam karakter, kreatif dalam berpikir, dan aktif dalam berkarya. Untuk itu, guru sebagai ujung tombak pendidikan perlu terus didukung dan dilibatkan dalam pengembangan profesional yang bermakna. Kemajuan sekolah tidak datang dari satu faktor saja, melainkan dari sinergi antara visi pendidikan, kualitas guru, dan keterlibatan siswa yang aktif dan bermakna.