JAKARTA (Beritadigital)-Masyarakat Adat Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur menyatakan pihaknya masih was-was dengan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN).
Mereka khawatir kehilangan hak-haknya serta tergusur dari tanah adat selama proses pembangunan ketika IKN pindah ke Kaltim.
Ugal-ugalan Bahas Pemindahan Ibu Kota Baru
“Sejak awal, kami menerima rencana pemindahan IKN ini dengan sejumlah catatan. Salah satunya melibatkan warga lokal khususnya masyarakat adat dalam pengambilan keputusan,” kata Humas Lembaga Adat Paser (LAP) PPU Eko Supriyadi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/1).
Menurut Eko, sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan Kaltim sebagai IKN baru pada 26 Agustus 2019, masyarakat adat belum pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan apapun terkait proyek itu, demikian pula dalam RUU IKN.
Masyarakat adat Suku Paser juga kecewa dengan sikap Gubernur Kaltim Isran Noor. Menurutnya, Isran sempat menyebut kawasan inti IKN tidak ada masyarakat adat.
Hal itu, kata Eko, terungkap di program TV swasta beberapa waktu lalu. Hal senada juga diungkapkan Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud yang menyebut kawasan IKN milik perusahaan.
“Padahal banyak lahan masyarakat adat di kawasan IKN yang menjadi sumber penghidupan. Jangan sampai kami menderita dengan kepindahan IKN,” katanya.
Pemerintah daerah menyarankan agar lembaga adat jemput bola ke Pusat. Pertemuan dengan pansus RUU IKN pun dilakukan pada 14 Januari 2022. Saat itu anggota DPR yang menemui ialah Gerardus Budisatrio Djiwandono dari Fraksi Gerindra.
“Akhirnya menyampaikan aspirasi kami. Ya, mudahan bisa didengar. Sampai saat ini kami masih waswas. Selama belum ada kepastian soal hak-hak masyarakat adat dari negara,” terangnya.
Dalam warkat usulan LAP PPU, setidaknya ada sembilan rekomendasi Suku Paser, yaitu mereka meminta Presiden Joko Widodo memberikan perlindungan masyarakat adat lewat undang-undang. Selain itu, memetakan wilayah adat, menyelesaikan konflik agraria dengan perusahaan, melibatkan masyarakat adat dalam pengambilan keputusan, mulai dari persiapan hingga pembangunan.
Rekomendasi lainnya yaitu memberdayakan sumber daya manusia lokal dan tak mengabaikan adat setempat, sehingga keberadaan masyarakat adat Paser juga terlindungi. Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah Kabupaten PPU dan DPRD segera menerbitkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Paser.
“Kami hanya ingin agar hak-hak kami sebagai masyarakat adat diperhatikan, bukan diabaikan. Terutama akses pendidikan. Jangan sampai warga asli justru tertinggal dalam 10 tahun ke depan,” tegasnya.
Mereka berharap Jokowi mendengar aspirasi warga di Kaltim, khususnya Suku Paser yang ada di IKN. Eko menilai pemindahan ibu kota negara adalah agenda besar pemerintah.
“Kami tak punya pilihan banyak,” ujarnya. (cnn)