Tanjung Selor (Outsiders) – Masyarakat Kalimantan Utara (Kaltara) yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan diperingatkan agar tidak mendekati perbatasan negara saat melaut. Hal tersebut disampaikan Polisi Air Polda Kaltara pasca terjadinya penculikan lima Warga Negara Indonesia (WNI) oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di perairan Tambisan, Lahad Datu, Sabah, Malaysia.
Mengingat Kaltara merupakan daerah perbatasan dengan Malaysia dan Filipina baik laut maupun darat. Direktur Polisi Air (Ditpolair) Polda Kaltara, Kombes Pol Heri Sasangka, mengatakan pihaknya telah menyampaikan peringatan dini dengan melakukan patroli perbatasan dan meminta nelayan tidak mendekati wilayah perbatasan.
Dilansir dari bnpp.go.id, Heri menyatakan bahwa kewaspadaan perlu di miliki nelayan saat melaut dan Nelayan diminta untuk tidak mendekati wilayah perbatasaan.
Anggota Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yakni Kementerian Luar Negeri melalui Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar, menyayangkan penculikan nelayan Indonesia oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf tersebut.
“Betul-betul kami menyesalkan (penyanderaan) ini terjadi berulang-ulang dan kelihatannya kondisi ini karena koordinasi atau keterlibatan pihak berwenang di Malaysia tidak efektif selama ini. Kami berharap hal ini dapat ditingkatkan dalam waktu dekat,” kata Mahendra.
Kelima WNI yang diculik oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf adalah Arsyad Dahlan (41), La Baa (32), Riswanto Hayono (27), Edi Lawalopo (53) dan Syarizal Kastamiran (29). Mereka merupakan WNI yang bekerja pada perusahaan perikanan berbasis di Sandakan, Malaysia.
Dilaporkan bahwa lima WNI tersebut disandera oleh empat pria bersenjata berpakaian serba hitam ketika melaut di dekat perbatasan Filipina sekitar pukul 20.00 malam waktu setempat. Setelah menyandera lima WNI kelompok bersenjata Abu Sayyaf melarikan diri ke perairan Filipna.
Penyanderaan lima nelayan WNI ini berlangsung tiga hari setelah WNI terakhir yang disandera Abu Sayyaf, Muhammad Farhan, berhasil bebas. Sebelumnya Muhammad berhasil lepas dari sanderaan kelompok tersebut atas bantuan militer Filipina. Muhammad bebas setelah empat bulan kelompok militan tersebut.