Tujuh Nagari tolak perambahan hutan di Solok Selatan

Foto arsip. Lahan Pertanian Rusak Kayu gelondongan dan material lumpur yang terbawa arus banjir bandang atau “Galodo” menutupi lahan pertanian warga di Jorong Sungai Pangkua, Nagari Pakan Rabaa , Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Kabupaten Solok Selatan, Sumbar, Sabtu (15/12). Galodo tersebut mengakibatkan dua warga hilang terseret galodo, 175 rumah serta 13 sekolah rusak, karena terendam air bercampur pasir dan tanah, satu unit jembatan putus akibat dihantam kayu gelondongan , sekitar 80 hektar lahan persawahan warga rusak, kerugian material diperkirakan Rp600 juta.

Padang Aro (Outsiders) – Masyarakat tujuh Nagari (desa adat) di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, sepakat menolak aksi perambahan hutan di hulu Sungai Batang Bangko yang diduga dilakukan oleh Kelompok Tani Tangsi Melayu.

“Masyarakat sudah meninjau langsung ke lokasi perambahan di Nagari Pauah Duo Nan Batigo. Kondidsi ini menimbulkan kekhawatiran ancaman banjir bandang akibat perambahan itu,” kata Wali Nagari Koto Baru, Ahmad Julaini saat pertemuan dengan pemerintah kabupaten setempat di Padang Aro, Rabu.

Menurut dia, akibat perambahan hutan tersebut masyarakat di Nagari Koto Baru yang akan menerima dampaknya, sehingga membuat masyarakat cemas dan meminta semuanya dihentikan

Ia meminta pihak terkait untuk menindaklanjuti secara hukum aksi penebangan hutan di lokasi itu karena khawatir akan dampaknya seperti banjir bandang.

“Kami juga meminta status hutan ini dialihfungsikan, sehingga tidak bisa dirambah lagi, sebab kalau sudah gundul dikhawatirkan permukiman warga di Koto Baru menjadi tenggelam,” katanya.

Wali Nagari Pauah Duo Nan Batigo, Lukhfi mengakui ia yang mengukuhkan kelompok tani yang melakukan perambahan hutan itu pada 2016, dan pada berkasnya banyak warga yang membubuhkan tanda tangan.

Namun ia membantah menandatangani dokumen kelompok tani tersebut, karena ia hanya melakukan pengukuhan saja.

“Banyak tanda tangan di dalamnya, termasuk saya, padahal saya tidak melakukannya kecuali saat pengukuhan,” ujarnya.

Kalau dilihat dari usulan kelompok tani itu ke Dinas Pertanian, ada lahan seluas 4.970 hektare yang akan mereka kelola.

Dia menyebutkan, kelompok tani Tangsi Melayu pernah mengajukan proposal ke Pemerintahan Nagari untuk menandatangi pembukaan lahan dan ia tegas menolaknya.

Selain itu, katanya, pengukuran lahan juga tidak pernah melibatkan pihak nagari, dan sekarang ada investor untuk pengolahan kayu.

“Kami dari tujuh Pemerintahan Nagari sepakat menolak dan menghentikan pengolahan kayu itu,” katanya.

Sementara Wali Nagari Bomas, Zamzami menambahkan pihanya sudah membahas hal ini dengan niniak mamak (tokoh adat) dan sudah sepakat ada atau tidak izin kelompok tani itu kegiatannya harus dihentikan.

“Dampak penebangan akan dirasakan masyarakat di aliran Batang Bangko, dan itu sudah terjadi pada 2016. Lahan sawah kami yang terdampak banjir pada 2016 sampai saat ini belum bisa dimanfaatkan,” katanya.

Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria yang melakukan mediasi antar nagari itu mengatakan, mediasi ini dilakukan untuk menindaklanjuti laporan dari tujuh wali nagari (kepala desa adat) terkait aktivitas berskala besar diduga di kawasan tangkapan hujan Batang Bangko yang dikhawatirkan bisa memicu banjir bandang.

“Seharusnya kelompom tani dan semua yang berkepentingan diundang supaya semuanya jelas,” katanya.

Dia mengatakan walaupun sekarang kewenangan kehutanan berada di provinsi, tetapi bupati berkewajiban memediasi dan melaporkan ke provinsi, katanya.

Sumber : Antara

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *